Babak baru dimulai

Budaya Perusahaan: Alasan utama mengapa merger dan akuisisi gagal 

Kondisi bisnis global menjadi semakin tidak stabil akibat pembatasan perdagangan yang terus berlangsung. Meskipun perusahaan mungkin berhenti sejenak untuk menganalisis dan mengatasi tantangan yang ada, mereka juga menjajaki merger dan akuisisi (M&A) untuk mendorong pertumbuhan.

30% merger dan akuisisi (M&A) gagal mencapai target keuangan karena ketidakselarasan budaya1. Di masa penuh tantangan ini, mengelola kelancaran transaksi dan mencapai hasil yang diharapkan menjadi semakin kompleks. Oleh karena itu, penyelarasan budaya menjadi faktor krusial untuk memastikan keberhasilan setiap kesepakatan.

Budaya bukan sekedar nilai yang terpajang di dinding atau aktivitas membangun tim. Budaya ditentukan oleh perilaku sehari-hari yang memengaruhi hasil bisnis—perilaku yang dibentuk oleh ekspektasi kepemimpinan, tata kelola, sistem kinerja, dan norma komunikasi.

Selama merger, dinamika budaya dari perusahaan yang terlibat menjadi semakin kompleks karena dua rangkaian perilaku dan sistem operasional yang berbeda saling berbenturan. Tanpa rencana integrasi yang jelas, budaya-budaya ini bisa gagal menyatu secara efektif. Banyak perusahaan keliru berasumsi bahwa karyawan akan otomatis beradaptasi atau bahwa pendekatan top-down akan langsung menyelaraskan budaya dengan mulus dalam sekejap. Namun, tanpa rancangan dan strategi yang dipersiapkan sedemikian rupa, ketidakselarasan budaya dapat menyebabkan kebingungan, menghambat pengambilan keputusan, dan bahkan membuat tim dengan kinerja paling tinggi pun merasa tidak terlibat.

Rencana empat langkah untuk integrasi budaya dalam merger dan akuisisi

Perusahaan yang yang sukses mengambil pendekatan terstruktur dan proaktif terhadap integrasi budaya. Pertimbangkan empat langkah berikut untuk memastikan M&A Anda memberikan nilai yang direncanakan.

Langkah 1: Menilai risiko budaya sebelum kesepakatan dicapai

Budaya sering kali dianggap sebagai isu integrasi, padahal seharusnya dinilai sebelum kesepakatan dicapai. Melewatkan uji tuntas budaya berarti melakukan transaksi tanpa memahami seberapa besar ketidakselarasan budaya dapat berdampak pada produktivitas, pengambilan keputusan, atau realisasi sinergi.

  • Meninjau artefak budaya perusahaan saat ini, termasuk struktur organisasi, alur komunikasi, dan proses kerja.
  • Mengadakan wawancara dengan pimpinan untuk mengevaluasi gaya pengambilan keputusan dan struktur tata kelola.
  • Melakukan penilaian organisasi untuk mengidentifikasi area yang berpotensi menghadapi hambatan dalam integrasi budaya.

Langkah 2: Menyelaraskan kepemimpinan untuk bersama-sama menciptakan budaya maju

Ketidakselarasan kepemimpinan adalah salah satu alasan paling umum mengapa kesepakatan M&A gagal. Meskipun para pemimpin mungkin berasumsi bahwa mereka memiliki visi yang sama, perbedaan gaya pengambilan keputusan, prioritas, dan ekspektasi perilaku yang bertentangan sering kali muncul setelah kesepakatan, yang dapat menimbulkan kebingungan, tertundanya integrasi, dan terhambatnya penciptaan nilai.

Untuk menghindari hal ini, penyelarasan kepemimpinan harus melampaui target bisnis.

  • Menetapkan visi budaya bersama—yang berlandaskan pada tujuan strategis perusahaan gabungan dan kekuatan bersama.
  • Menentukan perilaku kepemimpinan yang diinginkan untuk mendorong integrasi, mendorong kolaborasi, dan menjadi teladan budaya bagi seluruh perusahaan.
  • Mengidentifikasi faktor pendukung operasional utama, seperti struktur tata kelola, metrik kinerja, dan model komunikasi, untuk mendukung perilaku tersebut.

Langkah 3: Menanamkan budaya melalui struktur

Budaya harus sengaja dirancang dan diaktifkan melalui tindakan kepemimpinan dan sistem organisasi.

  • Menciptakan tim integrasi lintas fungsi yang menyatukan para pemimpin dan karyawan dari kedua perusahaan lama. Tim ini bersama-sama menyusun peta jalan integrasi budaya dan bekerja sama untuk mengidentifikasi praktik bersama, menjembatani perbedaan, dan merancang cara kerja baru.
  • Menanamkan budaya ke dalam sistem kinerja dan keterlibatan karyawan, sehingga perilaku yang diharapkan dapat diakui, diteladani, dan diperkuat secara konsisten.

Langkah 4: Melacak dan menyempurnakan integrasi budaya dari waktu ke waktu

Perusahaan yang memperlakukan integrasi budaya sebagai upaya yang hanya dilakukan sekali saja berisiko kehilangan momentum, membuat karyawan tidak terlibat, dan menyimpang dari visi yang diharapkan.

  • Membangun mekanisme evaluasi rutin dan umpan balik—seperti survei dan pertemuan town hall—untuk berbagi wawasan dan memastikan semua karyawan tetap terlibat dalam proses integrasi.
  • Memantau indikator budaya utama, seperti efisiensi pengambilan keputusan, retensi karyawan, dan tingkat keterlibatan.
  • Menyesuaikan strategi integrasi berdasarkan wawasan real-time untuk memastikan agar budaya tetap selaras dengan tujuan bisnis.
  • Menyoroti kisah sukses dan perubahan budaya yang positif untuk membangun momentum dan mendorong keterlibatan berkelanjutan dalam penciptaan budaya baru.

Bagaimana benturan budaya dalam merger dan akuisisi dapat memengaruhi moral perusahaan

  • Studi kasus: Perusahaan minyak dan gas di Asia menghadapi tantangan ketidakselarasan budaya 

    Sebuah perusahaan minyak dan gas di Asia mengalami dampak ketidakselarasan budaya saat diakuisisi oleh grup energi asal Tiongkok, yang sebelumnya dimiliki oleh perusahaan multinasional asal Inggris. Ketika integrasi dimulai, kesenjangan budaya yang signifikan mulai terlihat. Manajemen baru menerapkan budaya Tiongkok yang ketat dan bertentangan dengan gaya pengambilan keputusan kepemimpinan yang ada, sehingga menyebabkan turunnya semangat kerja, tingginya tingkat keluar-masuk karyawan (terutama di tingkat manajemen), serta meningkatnya penolakan terhadap perubahan.

    Menyadari urgensinya, perusahaan tersebut melibatkan Mercer untuk mengatasi tantangan budaya ini. Mercer melakukan penilaian diagnostik budaya dan Penilaian Budaya Eksekutif (Executive Culture Assesment - ECA) untuk mengidentifikasi isu-isu integrasi utama.

    Melalui lokakarya penyelarasan kepemimpinan, para eksekutif menciptakan visi terpadu, mendefinisikan perilaku bisnis utama, dan menetapkan ekspetasi yang jelas untuk integrasi budaya. Mercer kemudian mengembangkan rencana integrasi terstruktur, dengan menanamkan prioritas budaya ke dalam strategi transformasi secara keseluruhan. Mercer juga memperkenalkan kerangka kerja pulse check untuk membantu pemimpin mengukur kemajuan dan membuat penyesuaian yang diperlukan.

  • Hasilnya: Efisiensi operasional yang lebih tinggi, efektivitas kepemimpinan yang lebih kuat, keterlibatan karyawan yang meningkat, dan penurunan angka keluar-masuk karyawan—terutama di kalangan tim manajemen.  

Integrasi budaya adalah komponen penting dalam kesuksesan M&A

Dengan pengalaman di lebih dari 1.400 transaksi M&A setiap tahunnya, Mercer menghadirkan keahlian, data, dan kerangka kerja untuk menjadikan penyelarasan budaya sebagai keuntungan strategis bagi kesuksesan M&A.

Pelajari lebih lanjut tentang bagaimana kami dapat membantu Anda mengidentifikasi risiko budaya terhadap tujuan kesepakatan, dan membangun strategi integrasi dan lingkungan operasional yang komprehensif.

Solusi terkait
Wawasan terkait